Power tends to corrupt, absolute power corrupt
absolutely. Montesquieu telah mengetahuinya sebelum Lord Acton menelurkan
opininya pada tahun 1887. Kekuasaan harus dibagi-bagi agar tidak dapat
diselewengkan. Semangat ini yang mengkristalisasi trias politica dari
Montesquieu. Hampir di setiap negara yang menjunjung demokrasi memegang prinsip
ini. Kekuatan politik terbagi menjadi legislatif, yudikatif dan eksekutif dalam
lembaga yang terpisah.
IKM FKUI yang merupakan miniatur dari negara demokrasi
menjunjung konsep yang sama. Maka dari itu lahirlah BPM sebagai pemegang
kekuasaan legislatif dan yudikatif di IKM FKUI. Kekuasaan ini termaktub dalam
pasal 8 UUD IKM FKUI dengan fungsi legislasi, pengawasan, uji materi
perundangan, anggaran, penyelesaian sengketa serta aspirasi bagi BPM.
BPM sebagai sebuah organisasi hanya dapat berjalan
bersama anggota yang memiliki tujuan bersama. Anggota merupakan pelaksana dalam
segala manifesto fungsi tersebut. Sekarang, rekrutmen anggota BPM ditengarai
menjadi benang merah kusutnya kehidupan kelembagaan di IKM FKUI. Badan
Mahasiswa terkesan mengabaikan eksistensi BPM dengan mendelegasikan anggota
yang tidak memiliki komitmen, kompetensi dan mimpi-mimpi memajukan IKM FKUI.
Maka dari itu, BPM kepengurusan tahun 2013 terlihat sebagai stage pertunjukan segelintir orang yang
peduli terhadap BPM. Sedangkan anggota lain cenderung pasif dan hanya mengikuti
arus. Padahal diperlukan tim yang kokoh dan sinergis untuk memberi manfaat bagi
IKM FKUI.
Idealnya, BPM menjalankan semua fungsi di atas. Pertama,
fungsi aspiratif harus berjalan dengan baik. Sebagai lembaga legislatif, BPM
harus mampu mengakomodasi aspirasi dan mengejawantahkannya dalam peraturan
perundangan jika perlu. Kedua, BPM dengan amanah yang diembannya dapat
mengarahkan grand design IKM FKUI.
Kemudian BPM mengawasi dan mendorong terciptanya tujuan bersama. Fungsi-fungsi
lain sifatnya spontan sesuai dengan masalah yang muncul.
Tahun 2013 merupakan titik puncak telaah kritis terhadap
BPM. Kasus plagiarisme ketua BEM seakan mengekspos kelemahan-kelemahan BPM,
terutama yang berkaitan dengan UUD IKM. Di sisi lain, masalah rekrutmen dan
mati surinya aktivitas kelembagaan BPM menjadi PR bersama bagi IKM. Tereksposnya
berbagai kecacatan di UUD IKM FKUI, hendaknya UUD IKM diamandemen sesuai
keperluan IKM. Setelah itu, BPM berkoordinasi dengan BEM dan badan lain untuk
menciptakan sebuah grand design bersama. Banyak hal yang harus disepakati
seperti permasalahan double agent di
badan, hubungan kelembagaan terutama badan dengan BEM dan pengawasan
pelaksanaan UUD IKM yang tidak terukur.
Anggota BPM, dalam hal ini saya apabila lolos, dapat
melakukan semua itu. Pertama, seluruh komponen forma akan diajak untuk membahas
UUD IKM secara intensif. Kekuasaan legislatif dan yudikatif dalam satu lembaga
adalah hal yang harus dikritisi bersama karena akan mengakibatkan tata lembaga
yang tidak sehat. Masih ada lagi ketentuan UUD IKM yang perlu diperbaiki, salah
satunya adalah masuknya poin yang sangat teknis dalam berbagai pasal di
konstitusi tertinggi IKM ini.
Kedua, seluruh stakeholder IKM FKUI harus duduk bersama
untuk merumuskan Grand Design IKM FKUI yang nanti akan disahkan melalui
ketetapan BPM. Dalam melaksanakan program ini, fungsi kelembagaan yang selama
ini dipegang oleh hubin BEM akan masuk ke dalam BPM. Ketiga, dalam bentuk
pengawasan BPM akan memberi kuisioner dalam setiap program kerja badan yang
sifatnya non internal. Kuisioner ini diperlukan untuk memberi penilaian dengan
indikator yang obyektif sehingga menjadi tools evaluasi yang baik terhadap kehidupan
organisasi di tahun mendatang. Terakhir dan paling penting, perlu perombakan
rekrutmen BPM untuk memastikan masuknya orang-orang yang terpilih, paham dan
berkompeten untuk memajukan IKM FKUI menjadi lebih baik. Sudah saatnya IKM
tidak berpangku tangan dalam mewujudkan kehidupan kelembagaan yang baik.