Instead of going deep, I'd rather to see wider

Senin, 11 November 2013

Membangun Kembali BPM FKUI

Senin, November 11, 2013 Posted by Unknown No comments

Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely. Montesquieu telah mengetahuinya sebelum Lord Acton menelurkan opininya pada tahun 1887. Kekuasaan harus dibagi-bagi agar tidak dapat diselewengkan. Semangat ini yang mengkristalisasi trias politica dari Montesquieu. Hampir di setiap negara yang menjunjung demokrasi memegang prinsip ini. Kekuatan politik terbagi menjadi legislatif, yudikatif dan eksekutif dalam lembaga yang terpisah.
IKM FKUI yang merupakan miniatur dari negara demokrasi menjunjung konsep yang sama. Maka dari itu lahirlah BPM sebagai pemegang kekuasaan legislatif dan yudikatif di IKM FKUI. Kekuasaan ini termaktub dalam pasal 8 UUD IKM FKUI dengan fungsi legislasi, pengawasan, uji materi perundangan, anggaran, penyelesaian sengketa serta aspirasi bagi BPM.
BPM sebagai sebuah organisasi hanya dapat berjalan bersama anggota yang memiliki tujuan bersama. Anggota merupakan pelaksana dalam segala manifesto fungsi tersebut. Sekarang, rekrutmen anggota BPM ditengarai menjadi benang merah kusutnya kehidupan kelembagaan di IKM FKUI. Badan Mahasiswa terkesan mengabaikan eksistensi BPM dengan mendelegasikan anggota yang tidak memiliki komitmen, kompetensi dan mimpi-mimpi memajukan IKM FKUI. Maka dari itu, BPM kepengurusan tahun 2013 terlihat sebagai stage pertunjukan segelintir orang yang peduli terhadap BPM. Sedangkan anggota lain cenderung pasif dan hanya mengikuti arus. Padahal diperlukan tim yang kokoh dan sinergis untuk memberi manfaat bagi IKM FKUI.
Idealnya, BPM menjalankan semua fungsi di atas. Pertama, fungsi aspiratif harus berjalan dengan baik. Sebagai lembaga legislatif, BPM harus mampu mengakomodasi aspirasi dan mengejawantahkannya dalam peraturan perundangan jika perlu. Kedua, BPM dengan amanah yang diembannya dapat mengarahkan grand design IKM FKUI. Kemudian BPM mengawasi dan mendorong terciptanya tujuan bersama. Fungsi-fungsi lain sifatnya spontan sesuai dengan masalah yang muncul.
Tahun 2013 merupakan titik puncak telaah kritis terhadap BPM. Kasus plagiarisme ketua BEM seakan mengekspos kelemahan-kelemahan BPM, terutama yang berkaitan dengan UUD IKM. Di sisi lain, masalah rekrutmen dan mati surinya aktivitas kelembagaan BPM menjadi PR bersama bagi IKM. Tereksposnya berbagai kecacatan di UUD IKM FKUI, hendaknya UUD IKM diamandemen sesuai keperluan IKM. Setelah itu, BPM berkoordinasi dengan BEM dan badan lain untuk menciptakan sebuah grand design bersama. Banyak hal yang harus disepakati seperti permasalahan double agent di badan, hubungan kelembagaan terutama badan dengan BEM dan pengawasan pelaksanaan UUD IKM yang tidak terukur.
Anggota BPM, dalam hal ini saya apabila lolos, dapat melakukan semua itu. Pertama, seluruh komponen forma akan diajak untuk membahas UUD IKM secara intensif. Kekuasaan legislatif dan yudikatif dalam satu lembaga adalah hal yang harus dikritisi bersama karena akan mengakibatkan tata lembaga yang tidak sehat. Masih ada lagi ketentuan UUD IKM yang perlu diperbaiki, salah satunya adalah masuknya poin yang sangat teknis dalam berbagai pasal di konstitusi tertinggi IKM ini.
Kedua, seluruh stakeholder IKM FKUI harus duduk bersama untuk merumuskan Grand Design IKM FKUI yang nanti akan disahkan melalui ketetapan BPM. Dalam melaksanakan program ini, fungsi kelembagaan yang selama ini dipegang oleh hubin BEM akan masuk ke dalam BPM. Ketiga, dalam bentuk pengawasan BPM akan memberi kuisioner dalam setiap program kerja badan yang sifatnya non internal. Kuisioner ini diperlukan untuk memberi penilaian dengan indikator yang obyektif sehingga menjadi tools evaluasi yang baik terhadap kehidupan organisasi di tahun mendatang. Terakhir dan paling penting, perlu perombakan rekrutmen BPM untuk memastikan masuknya orang-orang yang terpilih, paham dan berkompeten untuk memajukan IKM FKUI menjadi lebih baik. Sudah saatnya IKM tidak berpangku tangan dalam mewujudkan kehidupan kelembagaan yang baik.