Pelaksanaan Uji Kompetensi bagi
mahasiswa kedokteran masih menyisakan berbagai polemik. Masa transisi yang diharapkan berakhir dengan
munculnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 tahun 2014 masih
berlanjut. Hal ini menyisakan ketidakpastian pelaksanaan Uji Kompetensi dan
nasib mahasiswa kedokteran yang membutuhkan sertifikat profesi dan sertifikat
kompetensi untuk melanjutkan proses menjadi dokter paripurna.
Exit Exam dan Entry
Exam
Metamorfosa mahasiswa menjadi dokter
yang mendapat STR dan dapat melakukan praktik harus melalui dua ujian, yaitu exit exam dan entry exam. Exit exam
adalah ujian yang diberikan kepada mahasiswa dari fakultas (atau AIPKI) dalam
pengujian kemampuan klinis mahasiswa yang telah paripurna. Dasar hukum ujian
ini adalah UU Pendidikan Kedokteran. Ujian ini meliputi tes tertulis (CBT) dan
OSCE. Mahasiswa mendapatkan sertifikat profesi (ijazah) apabila lulus ujian
ini.
Entry
exam adalah ujian yang diberikan kepada
dokter yang baru lulus sehingga diterima di kalangan profesi. Ujian ini
dilakukan oleh Kolegium Dokter Primer Indonesia (KDPI) mengacu pada UU Praktik
Kedokteran. Ujian ini lebih mengarah ke etika, peraturan dan sistem kesehatan
sehingga dokter dapat terintegrasi dalam sistem profesi dengan baik. Dokter
yang lulus entry exam berhak atas
sertifikat kompetensi (serkom).
Seharusnya kedua ujian ini dilakukan
dalam satu waktu (disebut Uji Kompetensi) seperti yang terjadi sebelum Februari
2014. Maka demikian, mahasiswa hanya perlu mengikuti satu kali ujian dan
apabila lulus berhak mendapatkan sertifikat profesi dan sertifikat kompetensi.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 30 tahun 2014,
Uji Kompetensi harus mengikuti prosedur yang berlaku. Prosedur ini akan
diterangkan lebih lanjut dalam kajian ini.
Alur
Fisiologis Penyelenggaraan Exit Exam
Setelah munculnya Permendikbud, Uji
Kompetensi dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah tertentu. Penyelenggaraan
Uji Kompetensi membutuhkan koordinasi yang baik antara Dikti, AIPKI dan IDI.
Berikut ini adalah tafsiran ISMKI mengenai alur prosedur penyelenggaraan Uji
Kompetensi yang benar:
1.
Dikti mengundang AIPKI dan IDI untuk rapat bersama
menentukan Panitia Nasional Uji Kompetensi
2.
Dirjen Dikti mengeluarkan ketetapan Panitia Nasional uji
kompetensi yang paling sedikit terdiri dari AIPKI dan panitia lokal fakultas
kedokteran
3.
Panitia Nasional uji kompetensi berkoordinasi dengan IDI
mengenai blueprint, strategi; metode dan sistem, evaluasi serta penyampaian
hasil uji kompetensi untuk penerbitan serkom
4.
Panitia Nasional uji kompetensi menyusun dan menetapkan
pedoman pelaksanaan uji kompetensi
5.
Pelaksanaan uji kompetensi dimulai dengan pengumuman Uji
Kompetensi kepada seluruh fakultas kedokteran yang berisi jadwal pendaftaran,
waktu pelaksanaan, tempat dan biaya uji kompetensi.
6.
Uji Kompetensi dilakukan dengan mekanisme yang terdapat
dalam pedoman pelaksanaan uji kompetensi. Exit
exam dan entry exam tercakup
dalam ujian ini.
Penyelewengan
Aturan Penyelenggaraan Uji Kompetensi
Sudah terdapat preseden buruk
pelaksanaan uji kompetensi yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pertama, pelaksanaan Uji Kompetensi pada bulan Februari yang tidak ada aturan
jelas karena permendikbud belum keluar. Kedua, pelaksanaan Uji Kompetensi pada
bulan Mei akibat tidak dilaksanakannya permendikbud yang sudah keluar. Berikut
ini adalah preseden buruk pelaksanaan Uji Kompetensi tersebut.
Uji Kompetensi Batch Februari
Bulan Februari Permendikbud belum ada.
Maka dari itu penyelenggaraan Uji Kompetensi secara hukum tidak sah. Akan
tetapi setelah berbagai pertimbangan hasil exit
exam yang dilakukan oleh AIPKI diakui dengan penerbitan sertifikat profesi.
IDI yang tidak diajak untuk berkoordinasi membutuhkan legitimasi untuk
mengeluarkan sertifikat kompetensi. Maka dari itu, IDI membuat entry exam yang mekanismenya seperti
yang tertulis dalam website IDI. KDPI berjanji untuk menerbitkan sertifikat
kompetensi bagi dokter yang lulus ujian tersebut.
Uji Kompetensi Batch Mei
Masa transisi ternyata belum selesai
dengan terbitnya permendikbud pada minggu kedua Mei. Panitia Nasional Uji
Kompetensi belum terbentuk adalah salah satu contohnya. Sepertinya, Dikti masih
lamban untuk mengkoordinasi pelaksanaan Uji Kompetensi ini. Buktinya, sampai
sekarang belum ada surat ketetapan Panitia Nasional Uji Kompetensi. Di lain
pihak, AIPKI tidak ingin exit exam
pada tgl 17 Mei ditunda. Padahal, Uji Kompetensi tersebut masih memiliki masalah
legalitas.
IDI tidak mengakui hal ini dan berencana
untuk mengadakan entry exam sendiri
pada bulan Juni. Menurut ISMKI, kedua ujian ini tidak memiliki dasar yang kuat.
Seharusnya exit exam dan entry exam dilakukan dalam satu waktu dengan
koordinasi antara Dikti, AIPKI dan IDI sesuai dengan Permendikbud no. 30 tahun
2014.
Preseden
buruk pelaksanaan Uji Kompetensi harus segera dihentikan. Masa transisi harus
segera diakhiri. Satu-satunya cara untuk mengakhiri polemik Uji Kompetensi
adalah dengan mengikuti prosedur yang ada sesuai dengan permendikbud dan
mengikuti alur yang telah dijabarkan di atas dengan runtut.